Title : Don't Take Her
Author : Yuka
Chapter : Oneshot
Pairing : MizukixYuka
Genre : Angst
Rating : PG 13
“Nee, Yuka-chan, aku punya mimpi setelah kita menikah nanti,” kata Mizuki yang berbaring di pangkuan Yuka.
“Apa itu? Aku boleh tahu?” tanya Yuka.
“Hmm… Aku ingin kita punya anak perempuan. Dan kita namai dia Miju. Bagaimana?” kata Mizuki disambut senyuman lembut dari Yuka.
+++
Yuka membuka kembali album pernikahannya yang diambil setahun yang lalu. Satu per satu dia lihat dengan seksama. Tak jarang dia tersenyum melihat beberapa foto yang terlihat lucu.
“Hey, apa yang kau lihat, sayang?” tanya Mizuki yang tiba-tiba menghampirinya dan memeluknya dengan erat.
Yuka menoleh ke arah Mizuki dan tersenyum melihat suaminya itu.
“Aku sedang melihat foto-foto pernikahan kita. Kau lihat ini? Sora terlihat sangat cocok menjadi seorang ayah. Aka-chan sangat lucu sekali. Iya kan?” Yuka memperlihatkan foto Sora saat menggendong anaknya.
“Aku ingin juga menjadi ayah. Aku ingin punya anak perempuan yang lucu seperti Aka-chan dan secantik ibunya,” Mizuki mencium pipi Yuka yang memerah.
“Aku juga. Ah! Bukannya kau harus segera berangkat ke Tokyo untuk final tour Sadie? Cepat berangkat! Nanti yang lain menunggumu,” Yuka segera menyuruh suaminya bersiap-siap.
“Iya… Aku tahu. Semua sudah aku siapkan. Tinggal menunggu Mao menjemputku, sayang. Jangan khawatir! Aku masih ingin di sini bersamamu,” kata Mizuki sambil memeluk Yuka kembali.
“TIN… TIN…,” terdengar suara klakson mobil dari depan rumah mereka.
“Itu pasti Mao. Ayo segera berangkat!” seru Yuka.
“Tunggu! Aku masih ingin bersamamu sebelum aku pergi ke Tokyo,” Mizuki mencium bibir istrinya yang sangat dia cintai itu sebentar.
Setelah itu, Mizuki mengambil beberapa tasnya dari dalam kamar dan membuka pintu rumahnya untuk menemui Mao dan menaruh tasnya ke dalam bagasi. Yuka menggendong Mikkii dan segera menyusul suaminya ke depan.
“Yuka-chan, aku pergi dulu. Jaga dirimu baik-baik selama aku tidak ada. Kalau ada sesuatu, telepon aku ya! Aku akan meneleponmu kalau aku sudah sampai di Tokyo. I love you,” kata Mizuki sebelum dia masuk ke mobil Mao.
“Baiklah. Kau juga jaga dirimu baik-baik di sana. Aku menunggumu di sini,” kata Yuka lalu Mizuki mencium kening Yuka.
Mizuki dan Mao melambaikan tangannya ke arah Yuka dan setelah itu, mobil Mao melaju menjauhi rumah Yuka.
Saat Yuka masuk dan menutup kembali pintu rumahnya, tiba-tiba dia merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan perut bagian bawahnya.
Perutnya tiba-tiba terasa sangat sakit seperti dicengkeram sesuatu yang sangat erat. Dia melepaskan Mikkii dari gendongannya dan memegangi perutnya yang sakit tak tertahankan itu. Yuka berjalan menuju sofa dengan tertatih-tatih sambil menahan sakitnya itu.
Mikkii yang melihat Yuka yang sedang kesakitan itu hanya menggonggong sekeras-kerasnya.
“Mikkii! Diamlah! Jangan menggonggong terlalu keras!” bentak Yuka pada Mikkii yang dengan segera merundukkan badannya dan menghentikan gonggongannya.
Yuka meneteskan air matanya sambil terus menerus menahan sakitnya. Karena Yuka sudah tidak tahan dengan sakitnya itu, Yuka memutuskan mengambil obat penahan rasa sakit di kotak obat. Dengan pelan-pelan dia mengambil air dan meminum obat itu.
Setelah meminum obat itu, Yuka menuju ke kamarnya dan berbaring di tempat tidur. Yuka teringat dengan pesan Mizuki untuk meneleponnya jika terjadi apa-apa.
Dengan segera, Yuka meraih ponselnya dan mencari nomor Mizuki di kontaknya. Tapi dengan cepat, Yuka menutup ponselnya.
“Tidak. Aku tidak boleh memberitahu Micchan. Dia baru saja berangkat. Kalau aku mengatakan hal ini, pasti dia akan segera kembali dan membatalkan perjalanannya,” kata Yuka menaruh ponselnya dengan masih menahan sakit.
Lama kelamaan, Yuka merasakan obat yang dia minum mulai bekerja. Sakit yang dia rasakan sedikit demi sedikit menghilang.
+++
Mikkii melompat ke atas tempat tidur dan menggonggong. Gonggongannya mampu membangunkan Mizuki dan Yuka yang sedang tertidur di pagi hari itu.
Dengan sedikit membuka mata, Mizuki dan Yuka terbangun dan meraih Mikkii. Mereka berdua memeluk Mikkii erat-erat.
Namun tiba-tiba Yuka merasakan perutnya mual. Dengan segera, dia menuju ke kamar mandi. Mizuki yang terlihat kebingungan, mengikuti Yuka dan melihat keadaan istrinya.
“Yuka-chan, kau kenapa? Apa terjadi sesuatu padamu?” Mizuki menghampiri Yuka.
“Aku… Aku tidak apa-apa. Aku hanya merasa mual. Mungkin aku hanya masuk angin saja,” kata Yuka menenangkan suaminya.
“Eh? Kau mual? Jangan-jangan kau bukan masuk angin. Jangan-jangan kau hamil?” Mizuki memperlihatkan mimic wajah yang gembira pagi itu.
“Apa? Ha… Hamil?” Yuka terkejut.
“Un. Mungkin kan kau hamil. Wanita mual di pagi hari itu kan tanda-tanda wanita itu sedang hamil, sayang,” jelas Mizuki. “Aku akan segera pergi untuk membeli testpack untuk Yuka.”
Yuka hanya tercengang melihat suaminya yang sangat tidak sabar untuk mendengar kabar gembira.
Tak lama kemudian, Mizuki mendapat barang yang dia kehendaki dan memberikannya kepada Yuka.
“Ayo, cobalah. Aku harap aku bisa mendengar kabar bagus darimu, sayang,” kata Mizuki tak sabar.
“Se… Sekarang?” Yuka menerima testpack yang dibeli oleh Mizuki.
“Un. Cobalah sekarang! Ayo!” kata Mizuki. Yuka segera bangkit dan kembali ke kamar mandi.
Beberapa menit kemudian, Yuka keluar dari kamar mandi sambil memegangi testpacknya. Dia melihat Mizuki yang sedang mondar mandir di depan kamar mandi.
“Micchan,” Yuka memanggil Mizuki dan Mizuki berhenti mondar mandir dan segera menghampiri Yuka.
“Bagaimana, sayang? Apa hasilnya positif?” tanya Mizuki.
“Etoo…,” Yuka menyerahkan hasil testpack itu pada Mizuki.
Mizuki segera melihat testpack itu. Dan saat dia melihat ada dua garis merah di testpack itu, dia segera memeluk Yuka dengan erat dan menciumi Yuka.
“YUKA-CHAN, KAU BENAR-BENAR HAMIL!! KITA AKAN SEGERA PUNYA ANAK! ARIGATOU NE!” Mizuki sangat gembira dan dia kembali memeluk Yuka dengan bahagia.
Yuka tersenyum bahagia melihat suaminya terlihat bahagia sekali. Namun di saat itu pula, Yuka merasakan perutnya kembali bergejolak. Dengan segera, Yuka memegangi perutnya dan menahan sakitnya.
Saat Mizuki melihat Yuka memegangi perutnya, dia melepaskan pelukan dari Yuka.
“Kau kenapa, sayang? Kau baik-baik saja?” Mizuki mulai panic.
“Aku tidak apa-apa. Mungkin ini efek aku mual tadi. Kau tidak perlu khawatir,” kata Yuka.
“Ada apa dengan perutku ini? Kenapa sakit ini kembali datang setelah beberapa lama?” Yuka bertanya-tanya dalam hatinya.
“Kalau begitu, kau berbaringlah. Aku tidak mau istriku kenapa-kenapa. Dan sekarang, aku akan terus menjagamu sampai anak kita lahir nanti,” kata Mizuki.
“Berarti jika nanti anak ini lahir, kau tidak akan menjagaku? Begitu?” kata Yuka.
“Tenang, sayang! Aku akan selalu menjagamu selamanya,” jawab Mizuki.
Yuka tertawa mendengar kata-kata yang keluar dari mulut suaminya itu.
“Aku percaya kau akan menjagaku sampai selamanya. Dan aku juga berjanji akan memberikanmu kebahagiaan selamanya,” kata Yuka.
“Asalkan kau ada di sisiku selamanya, aku akan sangat bahagia,” kata Mizuki.
Mizuki segera mencium bibir istrinya itu. Dan saat suaminya mencium bibirnya, dia tidak merasakan sakit pada perutnya lagi.
+++
Kehamilan Yuka sudah memasuki usia 7 bulan. Dan kehamilannya tidak ada masalah sebelumnya.
Dengan penuh kasih sayang, Mizuki menjaga Yuka sebaik-baiknya. Mereka sangat bahagia dengan menjelang kehadiran anak mereka yang tinggal beberapa bulan lagi.
“Yuka-chan, aku pergi ke studio sebentar ya! Jangan pergi ke mana-mana saat aku tidak ada di rumah. Dan jangan lupa meneleponku kalau terjadi apa-apa. I love you, honey!” Mizuki mencium kening istrinya dan segera pergi ke studio untuk rehearsal.
“Hati-hati, sayang! Ganbatte ne!” kata Yuka.
Selama kurang lebih 3 jam, Mizuki berada di dalam studio bersama personel Sadie yang lain. Dan saat istirahat, Mizuki mencoba untuk menghubungi istrinya.
Mizuki mengeluarkan ponsel dari kantong celananya dan menelepon istrinya. Beberapa saat dia menunggu istrinya mengangkat telepon darinya. Namun tak ada tanda-tanda Yuka menjawabnya. Muncul sebuah kekhawatiran di dalam diri Mizuki.
Dia mencoba untuk menghubungi Yuka kembali. Tapi sama saja. Tak ada tanda-tanda teleponnya dijawab oleh Yuka. Karena kekhawatirannya sangat besar, Mizuki segera menutup teleponnya dan segera meraih kunci mobilnya.
“Mao-kun, maaf aku harus pulang sekarang juga. Sepertinya ada sesuatu terjadi dengan Yuka-chan,” Mizuki meminta ijin pada sang leader.
“Eh? Ada apa dengan Yuka-san? Dia baik-baik saja?” Mao terkejut.
“Aku tidak tahu. Tapi aku menelepon dia berkali-kali tapi dia tidak menjawab,” jelas Mizuki.
“Baiklah. Pergilah! Kalau ada apa-apa, kabari aku,” kata Mao memberikan ijin kepada Mizuki.
Mizuki segera bergegas pulang dengan hati tidak tenang. Mizuki megemudikan mobilnya dengan sedikit mengebut karena dia ingin segera menemui Yuka dan memastikan istrinya baik-baik saja.
Setelah beberapa menit kemudian, akhirnya Mizuki sampai di rumahnya. Dia bergegas membuka pintu rumahnya dan mencari Yuka.
“Yuka-chan? Apa kau di dalam?” seru Mizuki mencari keberadaan Yuka.
Terdengar Mikkii menggonggong dari arah kamar mandi. Segera mungkin Mizuki menuju ke kamar mandi.
“Yuka-chan, apa kau ada di…,” sebelum Mizuki menyelesaikan kalimatnya, Mizuki mendapati istrinya terkapar pingsan di depan kamar mandi dan darah keluar dari bagian bawah Yuka.
“YUKA-CHAN!! YUKA-CHAN, BANGUNLAH!!” dengan panik, Mizuki membopong Yuka yang pingsan ke kamar dan membaringkannya di tempat tidur.
Dia mengambil ponselnya dan segera menghubungi rumah sakit supaya ambulance datang untuk membawa Yuka ke rumah sakit.
Setelah ambulance datang dan membawa istrinya ke rumah sakit, Mizuki mengabari teman-temannya dan segera menyusul ke rumah sakit dengan mobilnya.
“Yuka-chan, aku tidak ingin sesuatu terjadi padamu. Kumohon, bertahanlah demi anak kita!” kata Mizuki lirih.
Sesampainya di rumah sakit, Yuka segera dilarikan ke UGD dan segera mendapat perawatan dokter.
Sekitar 1 jam Mizuki menunggu dokter yang menangani istrinya keluar dari tempat Yuka dirawat. Sedikit air mata terlihat menetes dari mata Mizuki.
“Mi!” terdengar Tsurugi memanggil namanya dan dengan diikuti Mao, Aki, dan Kei menghampirinya.
“Ada apa dengan Yuka-san? Apa dia baik-baik saja sekarang?” tanya Kei.
“Aku juga tidak tahu. Tiba-tiba saat aku sampai di rumah, aku mendengar Mikkii menggonggong dengan keras dan aku mendapati Yuka pingsan di depan kamar mandi dengan mengeluarkan darah di sela-sela kakinya,” kata Mizuki.
Aki menepuk bahu Mizuki dengan harapan memberi sedikit ketenangan di hati temannya itu.
Tak lama kemudian, dokter yang menangani Yuka keluar.
“Maaf, apakah ada di antara anda yang merupakan keluarga dari Yuka-san?” tanya dokter tersebut.
“Saya, sensei,” jawab Mizuki sambil berdiri dari duduknya. “Ada apa dengan istri saya dokter?”
“Lebih baik kita berbicara di kantor saya. Istri anda akan segera dipindahkan ke kamar ICU untuk melihat perkembangannya,” kata dokter itu.
Dengan masih khawatir dengan keadaan Yuka sekarang, Mizuki mengikuti dokter itu ke ruangannya.
“Silakan duduk,” kata dokter itu.
“Lalu, apa yang sbenarnya terjadi dengan istri saya, sensei? Apa terjadi sesuatu dengan kehamilannya?” tanya Mizuki dengan tidak tenang.
“Begini, janin yang ada di kandungan istri anda baik-baik saja. Namun, ternyata setelah pengecekan, ada kista yang sudah cukup besar di dalam diri istri anda,” kata dokter itu menjelaskan.
“Ki… Kista? Tapi… Bagaimana bisa?” tanya Mizuki dengan tidak percaya kata-kata dokter itu.
“Kemungkinan istri anda memiliki kelebihan hormon sehingga terjadi kista. Dan kemungkinan karena istri anda tidak tahan dengan sakit yang dia rasakan akibat kista tersebut, karena itulah istri anda pingsan,” lanjut dokter itu.
“Lalu, apakah ada jalan untuk mengobatinya, sensei?” tanya Mizuki.
“Jalan satu-satunya adalah operasi. Tapi operasi ini ada resikonya,” kata dokter itu. “Jika operasi ini dilakukan, salah satu dari istri atau anak anda tidak akan selamat.”
Hati Mizuki benar-benar syok mendengar penjelasan dari dokter tersbut. Dia sudah tidak bisa mengatakan apapun saat dokter mengatakan hal terakhir itu.
“Sensei, apa tidak bisa mereka berdua diselamatkan?” tanya Mizuki.
“Kemungkinan itu sangat kecil. Karena tubuh istri dan anak anda sangat lemah,” jawab dokter itu.
“Baiklah kalau begitu. Saya akan mengambil keputusan secepatnya. Saya permisi,” Mizuki segera meninggalkan ruang dokter tersebut dan kembali ke kamar di mana Yuka sekarang dirawat.
+++
Mizuki membuka pintu ruangan di mana Yuka dirawat. Dia melihat teman-temannya berada di sekeliling Yuka. Mizuki segera menghapus air matanya.
“Micchan,” panggil Yuka lirih.
Mizuki menghampiri Yuka. Dan satu per satu temannya pergi meninggalkan mereka berdua.
“Yuka-chan, kau sudah merasa enakan? Masih terasa sakitkah?” tanya Mizuki.
“Tidak. Aku sudah membaik. Maafkan aku, Mi. aku tidak bisa menjaga diriku baik-baik dan membuatmu sedih sekarang,” kata Yuka memegang tangan Mizuki.
“Jangan salahkan dirimu sendiri. Aku yang salah. Aku yang tidak bisa menjagamu dengan baik. Gomen ne!” tanpa sadar, air mata mengalir di pipi Mizuki.
Yuka dengan lembut menghapus air mata yang menetes di pipi Mizuki dengan tangannya.
“Mi, beberapa hari lagi aku akan dioperasi. Dan aku sudah mengambil sebuah keputusan,” kata Yuka.
“Apa itu?” tanyaMizuki.
“Aku ingin kau mengatakan pada dokter agar menyelamatkan anak kita saja. Aku merelakan diriku untuk anak kita,” kata Yuka.
“Tapi, sayang,… Aku tidak mau kehilangan dirimu. Aku ingin selalu bersamamu!” protes Mizuki.
“Mi, tolonglah! Kabulkan permintaanku! Dan berjanjilah padaku, jika nanti anak kita selamat dan aku meninggal, kau akan menjaga anak kita dengan baik sebaik kau menjagaku. Dan tolong jangan kau benci dia. Karena dia tidak bersalah sama sekali,” kata Yuka.
“Tapi, sayang…,” Yuka membungkam mulut Mizuki dengan jarinya.
“Kumohon, Mi. ini permintaan terakhirku,” kata Yuka.
Yuka tersenyum mengatakan hal itu. Dan dengan sedikit kekuatan, dia menggenggam tangan Mizuki dengan erat. Mizuki mencium tangan Yuka dan kening Yuka.
“Kalau begitu, istirahatlah, sayang! Aku akan menjagamu di sini,” kata Mizuki dan Yuka menganggukkan kepalanya.
Yuka memejamkan matanya dan tertidur dengan tangannya masih menggenggam erat tangan suaminya.
+++
Beberapa hari kemudian, hari operasi Yuka pun datang. Mizuki menemani istrinya sebelum para perawat membawanya ke ruang operasi.
“Yuka-chan, berjanjilah padaku berjuanglah dalamoperasi ini. Aku tidak ingin kehilangan dirimu,” kata Mizuki.
“Dan jangan kau lupakan janji kita. Jika aku pergi, rawatlah dia dengan baik,” kata Yuka. Mizuki hanya menganggukkan kepalanya.
“Maaf, Yuka-san harus segera dibawa ke ruang operasi,” kata salah satu perawat.
Dengan berat Mizuki melepas genggaman tangan istrinya. Dia mengikuti istrinya ke ruang operasi dari belakang. Dan sesampainya di ruang operasi, Mizuki berhenti dan hanya bisa menunggu istrinya dari luar.
Dengan hati yang tidak tengang, Mizuki berdoa di dalam hatinya supaya operasi Yuka berjalan dengan lancer dan istrinya bisa selamat begitu pula anak mereka.
Selama 2 jam operasi itu berlangsung, namun belum ada tanda-tanda operasi itu selesai. Namun beberapa menit kemudian, lampu di depan ruang operasi mati. Pertanda operasi telah selesai dilakukan.
Mizuki segera beranjak dari duduknya dan menunggu dkter yang menangani operasi itu muncul.
Saat dokter itu muncul, dokter itu segera memberi isyarat agar Mizuki mengikutinya ke ruang dokter itu.
“Sensei, bagaimana dengan istri dan anak saya? Apakah mereka selamat?” tanya Mizuki.
“Pertama, saya ucapkan selamat kepada anda. Anak anda lahir dengan selamat walaupun lahir dengan prematur. Dan anak anda perempuan. Sekalilagi selamat,” kata dokter itu.
“Lalu bagaimana dengan istri saya?” Mizuki tidak sabar mendengar keadaan istrinya.
“Soal istri anda, kami minta maaf. Kami tidak bisa menyelamatkan istri anda. Beliau meninggal saat kami mencoba untuk mengeluarkan anak anda. Kami harap anda bisa tabah menerima semua ini,” kata dokter itu.
Mizuki tertegun dan tubuhnya serasa membeku mendengar kata-kata dari dokter tersebut. Dia benar-benar tidak percaya bahwa istrinya sudah pergi meninggalkannya.
Mizuki meninggalkan ruang dokter tersebut dan menuju ke tempat Yuka. Dia tidak bisa menahan air matanya ketika melihat Yuka terbujur tanpa jiwa di depannya. Mizuki menggenggam tangan istrinya yang hampir dingin dan menciumnya untuk yang terakhir kalinya.
“Yuka-chan, kenapa kau begitu cepat meninggalkan aku? Aku tidak bisa hidup tanpa dirimu sekarang. Tapi aku akan mencoba merawat anak kita dengan baik. Dan aku akan memberikan nama Miju untuk anak kita. Seperti persetujuan kita dulu,” kata Mizuki sebelum akhirnya perawat membawa jasad Yuka ke kamar jenazah.
Dengan masih menangis, Mizuki pergi ke ruang di mana Miju berada. Dia melihat dari jendela kaca sambil meneteskan air matanya tanpa henti.
“Miju-chan, kau benar-benar cantik seperti ibumu. Aku akan menjagamu baik-baik dan tak akan membiarkanmu pergi begitu saja seperti ibumu,” kata Mizuki di balik jendela kaca yang memisahkan mereka.
+++
OWARI